
Metode konstruksi cobod melibatkan pencampuran batang jerami dengan mortar yang terbuat dari pasir dan tetes tebu (molase). Penambahan molase bertujuan untuk meningkatkan kuat tekan batako dan memudahkan proses pembuatan material dari batang jerami. Berikut adalah langkah-langkah pada metode konstruksi cobod:
- Batang jerami dikeringkan dengan oven atau dijemur di bawah sinar matahari hingga kering.
- Setelah kering, batang jerami dicampur dengan lem kayu jenis PVAC hingga rata.
- Jerami yang sudah tercampur rata kemudian dipres selama 24 jam.
- Jerami yang sudah dipres dibentuk menyerupai kubus dengan ukuran tertentu.
- Adonan mortar dibuat dari pasir dan tetes tebu (molase).
- Mortar dituangkan ke dalam cetakan yang volumenya sama dengan jerami yang sudah dibentuk menjadi kubus.
- Jerami yang sudah dibentuk kubus dimasukkan ke dalam cetakan, lalu mortar dituangkan kembali.
- Batako dari batang jerami ditunggu hingga mengeras, kurang lebih selama 3 minggu sebelum digunakan sebagai bahan dasar konstruksi rumah.
Kualitas jerami dapat dipastikan melalui pengamatan fisik seperti warna, aroma, dan tekstur. Selain itu, dapat dilakukan pengujian nutrisi untuk mengetahui kandungan bahan kering, serat kasar, protein kasar, dan lainnya. Beberapa poin penting dalam memastikan kualitas jerami:
- Warna. Jerami yang baik memiliki warna yang sama dengan sebelum difermentasi, hijau kekuningan, atau kuning kecoklatan. Warna coklat kehitaman mengindikasikan kualitas yang kurang baik.
- Aroma. Jerami yang berkualitas memiliki aroma yang sama dengan sebelum difermentasi atau aroma menyengat. Aroma apek menandakan kualitas yang buruk.
- Tekstur. Tekstur jerami yang baik adalah sangat lembut atau lembut. Tekstur kasar dan rapuh menunjukkan kualitas yang kurang baik.
- PH. Pengukuran pH juga penting untuk mengetahui kualitas jerami yang telah difermentasi.
- Kandungan nutrisi. Analisis kandungan nutrisi seperti protein kasar dan serat kasar dapat memberikan informasi tentang kualitas jerami.
Untuk meningkatkan kualitas jerami, dapat dilakukan beberapa metode seperti amoniasi atau fermentasi. Amoniasi adalah proses penambahan amonia pada jerami. Fermentasi melibatkan penambahan starter seperti probiotik.
- Persepsi biaya. Konstruksi berkelanjutan sering dianggap lebih mahal daripada teknik konstruksi tradisional.
- Keterbatasan informasi dan penerapan. Kurangnya informasi yang merata dapat menghambat kontraktor, arsitek, dan desainer interior untuk mengaplikasikan jerami sebagai bahan dasar konstruksi. Di Indonesia, pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan belum umum digunakan untuk rumah atau bangunan modern.
- Keterbatasan sumber daya. Terutama di daerah terpencil atau kurang berkembang, keterbatasan sumber daya seperti material konstruksi dan tenaga kerja terampil dapat menjadi hambatan.
- Regulasi yang rumit. Proses perizinan yang kompleks dan regulasi yang berbelit-belit dapat memperlambat progres konstruksi dan menambah biaya proyek.
- Faktor lingkungan. Lingkungan yang ekstrem atau rentan terhadap bencana alam dapat meningkatkan risiko konstruksi dan memerlukan perencanaan khusus untuk mitigasi risiko.
- Pengumpulan dan transportasi jerami. Pengumpulan jerami menjadi tantangan utama dalam rantai pasokan jerami.
- Potensi jerami yang mengandung air. Jerami yang mengandung terlalu banyak air berpotensi untuk menjadi kurang bagus. Idealnya, jerami yang digunakan memiliki tingkat kekeringan yang cukup (kandungan air hanya 14-16%) dan berasal dari panen saat musim kering serta langsung dijemur.

Konstruksi jerami telah diterapkan di berbagai belahan dunia dengan berbagai tujuan dan metode:
- Inggris. Di Inggris, jerami digunakan sebagai material utama dalam konstruksi sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon di sektor konstruksi.
- Pakistan. Di Pakistan, rumah dari batang jerami dibangun sebagai solusi tempat tinggal yang kokoh dan tahan gempa bagi masyarakat kurang mampu.
- Negara maju (non-Indonesia). Jerami dimanfaatkan secara langsung sebagai bahan bangunan yang memberikan nilai tambah sesuai kondisi cuaca setempat, terutama sebagai insulator pada musim dingin.
- Indonesia. Pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan belum umum untuk rumah atau bangunan modern. Penggunaan jerami di Indonesia sendiri lebih banyak diaplikasikan pada atap bangunan tradisional. Meskipun begitu, jerami berpotensi sebagai bahan baku panel pelapis dinding dengan kualitas akustik yang baik.
- Perawatan rutin. Atap jerami membutuhkan perawatan yang tepat agar bisa bertahan lama. Meskipun biaya awalnya terjangkau, atap jerami perlu diganti pada bagian yang rusak saja.
- Perbaikan mudah. Jika ada bagian atap jerami yang rusak atau mulai usang, material ini mudah diganti. Tidak seperti bahan atap modern yang seringkali sulit diperbaiki dan memerlukan penggantian total, atap jerami hanya perlu diganti pada bagian yang rusak saja. Proses perbaikan ini cepat dan lebih hemat biaya.
- Ventilasi udara. Atap jerami memiliki kemampuan alami untuk memaksimalkan sirkulasi udara di dalam rumah. Ini membantu menjaga udara di dalam rumah tetap segar, mengurangi kelembaban, dan mencegah timbulnya bau tidak sedap.
- Ketahanan terhadap cuaca. Atap jerami yang dipasang dengan baik cukup tahan terhadap hujan dan angin. Jerami memiliki struktur serat yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat sehingga air tidak menumpuk di atas atap. Ketebalan atap jerami juga harus diperhatikan untuk memastikan perlindungan optimal.
- Perlindungan dari kelembaban. Untuk menjaga jerami tetap lembab dalam pembuatan kompos, dilakukan pemercikan air. Proses pembuatan kompos jerami harus terlindung dari sinar matahari dan air hujan sehingga jerami tidak boleh dibiarkan di tempat yang terbuka. Kadar air yang dianjurkan sekitar 60% hingga 80%.