STRUCTURAL HEALTH MONITORING SYSTEM (SHMS)

Structural Health Monitoring System (SHMS) adalah sistem pemantauan berbasis sensor yang dirancang untuk memantau kondisi dan integritas struktur secara real-time atau periodik. Sistem ini digunakan untuk mendeteksi, mendiagnosis, dan memprediksi kerusakan atau degradasi pada struktur seperti jembatan, gedung, pesawat, turbin angin, hingga infrastruktur ruang angkasa.

  • Sensor (contoh: akselerometer, strain gauge, piezoelectric, dsb) yang dipasang pada bagian-bagian kritis struktur untuk mengukur parameter fisik seperti getaran, perpindahan, tegangan, retakan, dan deformasi.
  • Sistem akuisisi data yang mengumpulkan dan menyimpan data dari sensor secara kontinu atau pada interval tertentu.
  • Sistem transmisi dan pengelolaan data berupa jaringan kabel atau nirkabel untuk mengirimkan data ke pusat pemantauan.
  • Perangkat lunak analisis data untuk mengolah, menganalisis, dan menafsirkan data guna mendeteksi adanya perubahan atau kerusakan pada struktur.
  1. Tingkat 1: pengkelasan (rating)
    • Digunakan untuk memberikan penilaian konvensional pada struktur berdasarkan pemeriksaan visual yang bersifat subjektif. Investigasi awal dilakukan untuk menetapkan pengkelasan sebagai dasar untuk mengambil tindakan selanjutnya yang dapat diterapkan dalam sistem manajemen jembatan.
  2. Tingkat 2: penilaian kondisi (condition assessment)
    • Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan visual memiliki keakuratan yang rendah. Hasil ini menjadikan informasi yang diperoleh sudah cukup atau perlu ditingkatkan dengan penambahan instrumentasi yang lebih canggih.
  3. Tingkat 3: penilaian kinerja (performance assessment)
    • Penilaian kinerja pada proses pendukung keputusan (decision support) bersifat detail dalam penyediaan data tambahan. Tingkat ini menyediakan indikator penilaian dan kinerja struktur sehingga membutuhkan instrumentasi yang banyak dan monitoring yang sesuai.
  4. Tingkat 4: penilaian detail dan pengkelasan (detail assessment and rating)
    • Memberikan analisis model yang mewakili struktur eksisting dengan membandingkan hasil monitoring. Jika identifikasinya sederhana, kembali ke tingkat 3. Jika hasil rekaman tidak bisa menjelaskan peristiwa yang terjadi, perlu diambil langkah selanjutnya, berupa pemasangan perekam yang permanen untuk mengambil peristiwa penting. Penetapan parameter kinerja dapat ditunjukan dengan menggunakan uji pembebanan (loading test).
  5. Tingkat 5: perkiraan masa layan/operasi (lifetime prediction),
    • Untuk memprediksi masa layan yang tersisa, dibutuhkan perekaman data struktur selama setidaknya tiga siklus/tiga tahun berturut- turut. Simulasi dilakukan menggunakan model, untuk mendapatkan kinerja teoritis sebagai perbandingan. Peranti lunak (software) yang khusus, digunakan untuk pendukung keputusan. Uji pembebanan dilakukan dan diperluas dalam wilayah pengukurannya.
  • Untuk memantau secara terus-menerus kondisi kesehatan struktur.
  • Untuk mengetahui sedini mungkin gejala-gejala abnormal yang mungkin terjadi.
  • Mencatat perilaku-perilaku beban yang dikirim oleh struktur.
  • Sebagai sumber data untuk menganalisa dalam pengambilan keputusan dalam tindakan preventif atau perawatan pada struktur.
  • Pengujian load test dinamis dan statis.
  • Mengukur getaran pada jembatan.
  • Memonitor distribusi gaya-gaya pada struktur saat menerima beban.
  • Memonitor pengaruh dari lingkungan sekitar terhadap struktur.
  • Pada gedung bersejarah, SHMS digunakan untuk memantau pergeseran, kemiringan, retakan, dan deformasi selama proses renovasi atau pengangkatan bangunan.
  • Pada jembatan, SHMS dapat memantau beban lalu lintas, getaran, dan deteksi dini kerusakan akibat kelelahan material atau peristiwa ekstrem.
  • Pada turbin angin lepas pantai, SHMS membantu memantau sambungan grouting dan struktur utama terhadap beban angin dan gelombang laut.
  • Pada satelit dan struktur ruang angkasa, SHMS mendeteksi dampak dan kerusakan akibat debris atau mikrometeoroid.
  1. Keandalan sensor dan sistem proteksi
    • Sensor SHMS harus mampu beroperasi secara andal dalam kondisi lingkungan yang ekstrem, seperti kelembaban tinggi, suhu ekstrem, getaran, dan gangguan elektromagnetik. Selain itu, sistem perlu dilengkapi proteksi terhadap gangguan listrik, misalnya lonjakan tegangan akibat petir sehingga perangkat tidak rusak dan data tetap akurat.
  2. Pengolahan dan analisis data besar
    • SHMS menghasilkan data dalam jumlah besar secara kontinu. Tantangan utama adalah mengelola, menyimpan, dan menganalisis data tersebut secara efisien dan cepat untuk mendeteksi kerusakan secara real-time. Penggunaan teknologi machine learning dan kecerdasan buatan menjadi solusi, namun membutuhkan keahlian khusus dan sumber daya komputasi yang memadai.
  3. Penempatan sensor yang optimal
    • Menentukan lokasi sensor yang tepat sangat penting agar data yang diperoleh representatif dan efektif dalam mendeteksi kerusakan. Penempatan yang kurang tepat dapat menyebabkan data tidak akurat atau kerusakan tidak terdeteksi.
  4. Biaya dan kompleksitas implementasi
    • Pemasangan SHMS terutama pada struktur besar dan kompleks memerlukan investasi yang cukup besar, baik dari segi perangkat keras, instalasi, hingga pemeliharaan sistem. Hal ini menjadi tantangan terutama untuk proyek dengan anggaran terbatas.
  5. Integrasi dengan sistem manajemen aset
    • SHMS harus dapat diintegrasikan dengan sistem manajemen aset yang sudah ada agar data yang diperoleh dapat digunakan secara optimal untuk pengambilan keputusan pemeliharaan. Integrasi ini memerlukan standar interoperabilitas dan protokol komunikasi yang jelas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *